Ketika Mimpi Batal Tergadai
Ketika Mimpi Batal Tergadai
Saya yakin
bahwa setiap orang memiliki mimpi, tak terkecuali orang-orang yang kadang berkicau “Jangan bermimpi!”, “Kamu pengin
jadi A? Ngimpi”, “Jangan bermimpi
tinggi-tinggi lah, ingat kamu ini siapa!”. Ya… menurut saya, mereka yang
berkicau seperti itu hanyalah anggota kelompok barisan sakit hati yang tak bisa
meraih mimpi mereka. Mereka lalu bermetamorfosis menjadi haters mimpi dan hendak menggoyahkan tekad para pemimpi lain.
For Your Information, mimpi menurut konteks
tulisan saya ini bukanlah mimpi yang kita alami saat tertidur, akan tetapi sebuah
angan, harapan, dan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap orang dalam kehidupannya
atau bahkan dalam kehidupannya sesudah mati. Dan…ya…tak sedikit orang yang
hidup dengan mimpi yang telah disiapkan terutama dalam hal pekerjaan/profesi.
Bagaimana bisa? Siapa yang menyiapkan? Yap… orangtua. Orangtua benar-benar
berhasil menjadi mesin pencetak dan pengontrol mimpi bagi anak-anak mereka. Kenapa
bisa begitu? Saya juga tidak tahu.
Bagi
sebagian orangtua, mempersiapkan mimpi untuk anak-anak mereka adalah suatu
kewajiban agar kelak sang anak dapat menjadi orang yang sama suksesnya dengan mereka (jika orangtua
dalam keadaan sudah sukses) atau lebih sukses dari mereka (jika orangtua dalam keadaan belum sukses). Yang paling lucu…
biasanya orangtua menghendaki anaknya untuk mempunyai pekerjaan atau profesi
yang sama dengan mereka. Seorang pengusaha, menginginkan anaknya menjadi
seorang pengusaha pula. Seorang pengacara, menginginkan anaknya menjadi seorang
pengacara pula. Seorang guru, menginginkan anaknya menjadi seorang guru juga
dan lain sebagainya. Lalu bagaimana jika sang anak mempunyai mimpi dan
ketertarikan yang berbeda sesuai dengan minat dan bakatnya? Bagaimana jika sang
anak ingin memiliki pekerjaan atau profesi sesuai mimpinya? Ada beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi namun dalam tulisan saya ini, saya hanya akan fokus kepada
dua kemungkinan.
Kemungkinan
pertama, orangtua akan tetap mengatur, menyiapkan jalan serta mengantarkan sang
anak sampai ke gerbang mimpi orangtua dan
mewujudkannya. Dalam hal ini, anak tidak diperbolehkan memilih
pekerjaan/profesi sesuai keinginannya dan hanya menuruti keinginan (mimpi)
orangtua. Sang anak akan patuh karena ia tak ingin dianggap sebagai
pembangkang. Ia ingin membalas budi kepada orangtua yang telah membesarkan,
merawat dan menghidupinya dengan cara mewujudkan mimpi orangtuanya meskipun ia
harus menggadaikan mimpinya sendiri.
Kemungkinan
yang kedua, sang anak hanya akan patuh terhadap aturan main orangtuanya sampai
ke depan pintu gerbang saja. Selebihnya, anak akan membelot untuk mengejar dan
mewujudkan mimpinya. Butuh keberanian dan kemampuan negosiasi yang baik untuk
memperoleh kemungkinan kedua ini. Anak (pemimpi) ini akan melakukan berbagai
cara agar dapat menemukan celah kelemahan orangtua. Biasanya, sang anak akan memanfaatkan
belas kasihan orangtua lalu melakukan negosiasi yang cukup alot dengan
orangtuanya agar ia akan dibebaskan untuk menentukan jalannya sendiri. Ia hanya
tak ingin mimpinya tergadai di kehidupan fana yang hanya terjadi sekali saja.
Yang
jelas…setiap orang/anak pasti punya mimpi dan jalan pemikiran yang berbeda,
mereka berhak menentukan arah layar perahu mereka sendiri. Perbedaan mimpi dan jalan
pemikiran tersebut takkan jadi masalah. Yang jadi masalah adalah ketika kamu
tak tahu menahu tentang mimpimu sendiri.
Komentar
Posting Komentar